yudha depp berkata:
18/09/2012 pada 4:10 pm
tergantung siapa yang punya itu motor.
kalau motor itu punya sejarah dengan pemiliknya
maka tak akan dibuang begitu saja.
==========================================
Komentar dari rekan bloger dari tanah Borneo ini,yang katanya berprofesi sebagai seorang guru Biologi, tentang artikel saya yang ada disini,langsung mengingatkan saya akan ungkapan yang sering saya dengar dari orang orang di sekitar saya yang mempunyaimotor ‘tua’ tapi nggak tua tua amat dan masih di sayang dan hampir tiap hari di pakai..,walaupun dia juga mempunyai motor yang lebih baru dan lebih bagus di rumahnya. Ungkapan itu antara lain :
- iki montor jokoloro,gak onok dole (ini motor pertama saya,nggak akan saya jual)
- iki montor perjuangan,eman eman. ( maksudnya motor yang menemani semasa dalam kesulitn hidup)
- regane gak sepiro,tapi sejarahe,rek..(harganya sih nggak seberapa,tapi nilai sejarahnya besar) Dan masih banyak lagi ungkapan yang mungkin brother yang lain lebih tahu dari saya.
Intinya ..,motor itu sangat berharga bagi mereka karena sisi historisnya, tak perduli setua dan sebutut apa motor itu. Mungkin pada masa mudanya motor itulah yang digunakan buat ngapel cewek yang sekarang jadi istrinya 😀 ,atau motor itu dulu dia beli dengan keringat sendiri tanpa tambahan dari orangtuanya,atau alasan yang lain..
Bahkan diantara mereka yang punya rejeki lebih, ‘motor sejarah’nya itu mereka poles kembali seperti asalnya dulu waktu beli,tanpa modifikasi sedikitpun,dengan begitu kebanggaan akan motor bututnya akan tetap ada walaupun dari desain jauh tertinggal dari motor otor baru yang terus bermunculan.
Sedangkan bagi saya pribadi,saya nggak punya ‘motor sejarah’,karena bagi saya motor adalah sarana untuk memudahkan aktifitas,kalau motor sudah mulai rewel dan susah diperbaiki,saya nggak mau repot, lembiru aja, (lempar beli baru)
Memang cara pandang setiap individu tentang motornya berbeda,bagaimana dengan sampeyan,bro…?
pict :google,kecuali yang terakhir..