Rencana pembatasan BBM bersubsidi dengan alat yang namanya RFIDatau atau apa gitu,Mas sayur belum terlalu paham 😉 sempat membuat sedikit galau juga.
Bagaimana tidak…? Sebagai orang yang bekerja di jalan menggunakan motor dengan rute yang tidak bisa di pastikan dan kebutuhan yang tidak selalu sesuai rencana,tentu terkadang membutuhkan BBM yang bertambah dari kebutuhan biasanya.
Oke lah… isu jika minyak bumi makin menipis sehingga di perlukan penghematan mungkin bisa di terima akal sehat,tapi membatasi kebutuhan BBM terutama bagi orang-orang yang sangat membutuhkan BBM untuk menunjang aktifitas pekerjaannya,koq rasanya terlalu ekstrim.
Contoh paling gampang adalah tukang ojek..
Jika berkaca pada tukang ojek yang ada di Jakarta,mungkin agak rasional. Tapi jika sang pembuat aturan tersebut melihat tukang ojek yang ada di luar jawa,misalnya yang ada di Jayapura yang Mas Sayur tahu persis,maka peraturan itu akan sama dengan MENUTUP MATA PENCAHARIAN ORANG.
Mengapa begitu, Ojek di Jayapura selain melayani rute kota-kota,sebagian besar melayani rute ke pedalaman yang tidak bisa di jangkau oleh mobil,atau bisa di jangkau oleh mobil tapi memakan waktu lama dan resiko terlalu besar dan jaraknya bis amencapai ratusan kilometer yang di tempuh hampir seharian.
Cukup kah bensin 0,7 liter di pakai dalam sehari…??
Contoh lain,seorang mahasiswa yang harus pulang balik dari wonogiri ke Jogja MISALNYA 😉 apa cukup bensin 0,7 liter…?
Atau…,seseorang yang akan mudik dari Jakarta ke Boyolali, MISALNYA berapa liter bensin premium yang akan di habiskan si kebo putih ???
Atau seorang yang akan menjenguk keluarga dari jakarta ke Purbalingga..,apa ya cukup bensin 0.7 liter…?
Halah… embuh lah… parah tenaan 🙁