Berbicara tentang los pasar sayur,tentu anda membayangkan penampakannya akan seperti gambar di atas.
Tapi yang akan Mas Sayur ceritakan kali ini keadaannya jauh berbeda dengan kondisi di atas.
Adalah Pasar Youtea Abepura Jayapura,yang merupakan pasar terbesar di kota Jayapura dan merupakan urat nadi perekonomian kota Jayapura.
Di bagian los sayur mayur ,yang mayoritas pedagangnya adalah putra daerah pribumi Papua mempunyai keunikan tersendiri.
Mayoritas mereka yang berdagang adalah kaum ibu-ibu,dan di Papua lebih akrab di panggil mama.
Sehingga ada lebih banyakl sebutan untuk para pedagang itu sebasgai pasar mama-mama.
Seperti apa keunikannya..?
Mari kita mulai dengan gambar pertama.
Mama-mama ini rupanya berasal dari wilayah yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi pasar,mereka lebih suka menggelar dagangannya di tanah dengan beralaskan karung,di karenakan mereka ini adalah para pedagang “kagetan” ,maksudnya mereka tidak tiap hari ke pasar untuk berdagang.
Sesekali saja mereka datang ke pasar untuk menjual sayur mayur yang di petik dari sekitar tempat tinggalnya,yang jumlahnya pun tidak banyak,dan hal itulah yang membuat harga jual mereka menjadi tinggi, bisa jadi dua kali lipat dari harga pasaran normal.
Mereka belum mau menjual dagangannya dengan cara di timbang,mereka masih mengatur dagangannya dengan cara di tumpuk-tumpuk dengan harga bervariasi sesuai dengan perhitungan mereka.
Perhitungan yang di maksud di sini tentu ongkos transp[ort mereka pergi dan pulang,untuk modal sepertinya tidak ada,karena yang mereka jual mayoritas bukan hasil membeli,tapi memetik dari lingkungan sekitar.
Ada pula yang memang bercocok tanam,tapi jumlahnya tidak banyak.
Jumlah Mama-mama yang berdagang di Pasar Youtea ini luar biasa,sampai meluber di luar area pasar,berjualan di bahu jalan dan di atas got sanitasi yang telah di beri jembatan kayu.
Hasil bumi seperti keladi,singkong Betatas [ ubi jalar] di jual dengan cara di tumpuk-tumpuk pula dengan harga bervariasi dari yang termura 10 ribu per tumpuk sampai ada yang 50 ribu per tumpuk.
Pinang,adalah komoditi yang sangat menarik dan menjanjikan di Papua.
Ini terkait dengan kebiasaan masyarakat Papua yang suka “makan pinang” dan telah membudaya di kalangan masyarakat asli Papua dari yang muda sampai yang tua.
Harga pinang di Papua juga nggak tanggung-tanggung..
Satu tandan punang,bisa berharga antara 250 rb sampai 400 ribu.
😯
Itu masih harga di sekitar pasar Youtefa yang merupakan pasar pusat. Padahal pinang ini juga ada yang di kirim ke luar daerah,maksudnya ke kabupaten lain dengan memakai kargo udara,bayangkan..,betapa mahalnya harga pinang ketika sampai di tempat tujuan.
Berbicara mengenai kelayakan tempat mereka berjualan yang berada di pinggir jalan,di atas got dan di tanah yang hanya ber alaskan karung,tentu ini jauh dari kata layak yang di harapkan.
Bahkan ketika hujan deras,area tempat mereka berjualan ini selalu tergenang air,becek dan berlumpur.
Tapi mau apalagi,pihak pasar seakan tutup mata.
Di samping itu,para pedagang ini jjuga sering “ngeyel” ketika di tertibkan dan di himbau agar berjualan di tempat yang di sediakan,dengan alasan klasik,di “dalam” (maksudnya di area dalam pasar) kurang begitu laku.
Nampaknya,problematika seperti itu merata di seluruh pasar yang ada di tanah air.
Ah…sudahlah…problematika itu biarlah di atasi oleh para wakil rakyat yang terhormat..
Yang terpenting adalah,Mas sayur selalu berinteraksi dan bertransaksi dengan para pedagang itu dengan baik,saling menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak..
Salam dari Jayapura..
The Dream Land.