Sobat pembaca sekalian, melanjutkan tulisan tentang Honda EM2 e: . Pada akhirnya Mas Sayur mendapatkan kesempatan melakukan test ride Honda EM1 e:. Meskipun hanya singkat alias icip icip doang 😁.
Namanya juga icip-icip, artinya sekedar merasakan kesan berkendaranya saja. Dan mohon maaf jika dokumentasinya hanya slide foto. Kebetulan kemaren seseorang yang Mas Sayur mintai tolong dokumentasi hanya ambil foto aja. Tanpa ada video.
Tapi Mas Sayur tetap berterimakasih kepada beliau yang mau membantu mengambil gambar, sehingga ada dokumentasi.
Thanks, mas Jum.. hehehe..
Dimensi dan Desain.
Yang jelas kesannya begini.
Pertama kali melihat langsung, setelah puluhan kali melihat gambarnya di internet, ternyata motor ini beneran mungil.
Dimensinya 11-12 dengan BeAt Karbu .
Soal desain, menurut Mas Sayur pribadi emang agak aneh. Entahlah konsepnya gimana ini.
Yang jelas, mayoritas motor listrik yang beredar di negeri kita saat ini memiliki desain yang emang agak aneh. * Ini opini pribadi lho ya.. karena desain itu soal selera. Jadi tiap individu akan berbeda pendapat soal selera desain. Oke…finish soal desain.
Ergonomi.
Posisi berkendara di Honda EM1 e: ini seperti umumnya skutik entry level , nyaman dan tidak terlalu tinggi.
Kaki menapak dengan sempurna dan posisi stang kemudi ke tempat duduk, pas untuk ukuran mayoritas orang Indonesia yang punya tinggi 165 -170 an cm.
Lincah , gesit dan benar-benar senyap
Disini poinnya. Honda EM1 benar-benar senyap. Bahkan bunyi dengung kumparan pun tidak ada.
Setelah kunci kontak ON , tunggu beberapa detik hingga di panel speedometer ada tulisan “READY” berwarna hijau. Dan itu artinya motor sudah siap gasss….!!
Akselerasi ??
Tarikan awalnya lumayan nampol..
Sesuai dengan angka torsi di spesifikasi resmi , yaitu 90 Nm pada 25 rpm.
Tapi jangan cerita top speed lah, ya… Udah pada tahu kan kalau top speed maksimalnya hanya 45 km/jam hehehehe…
Selayaknya skutik mungil, Honda EM1 jelas lincah dan gesit. Ini diidukung bobotnya yang ringan juga.
Opini Pribadi.
Pendapat pribadi Mas Sayur, ini cocok untuk second bike, ya. Yakni motor ke dua sebagai pelengkap sarana transportasi yang kita punya.
Ini relate untuk keperluan mobilitas di dalam komplek perumahan. Ke pasar, antar anak sekolah atau ke kantor yang jalannya mulus dan datar datar saja.
Di jalan tanjakan gimana ?
Selagi tanjakan tidak ekstrim tentu masih bisa, tapi konsekuensinya kecepatan jelas menurun.
Tim dari Astra Motor Papua menyatakan sudah melakukan tes ride di tanjakan perbukitan Sky Line Jayapura. Riding sendiri dan berboncengan.
Hasilnya ?
Masih bisa naik, meskipun kecepatannya berkurang drastis.