Tergeser Oleh Zaman

cikar

Di daerah Mas sayur,alat transportasi ini di sebut dengan cikar,ada pula yang menyebutnya pegon. Mungkin di daerah lain namanya berbeda,tapi intinya itu adalah pedati sapi. Entah mengapa,hari ini tiba-tiba koq menerawang ke masa lalu di kisaran tahun 80-an. Saat itu Mas sayur kecil sangat menikmati kebahagiaan masa kecil yang lumrah di miliki oleh semua anak. Kebetulan saat itu Almarhum bapak juga mempunyai cikar seperi gambar di atas. Sangat senang waktu itu,ketika sesekali Almarhum bapak mengajak ikut ketika mendapat muatan barang antar desa ataupun ke pasar. Waktu itu bukannya tidak ada mobil bak terbuka ataupun truk,tapi sewajarnya di desa,angkutan semacam ini lebih menjadi pilihan warga desa,selain ongkosnya yang murah,juga karena rasa kekeluargaan dari para pemilik cikar yang mau membantu naik turunnya barang.Beda dengan para sopir mobil atau truk WAKTU ITU yang sok priyayi ( baca : jual mahal ) ,maunya hanya mengemudi mengantarkan barang saja,oal naik turunnya barang nggak mau tahu.

Baca Juga :  Eh...Mau Apa ini Orang..?

.

Seiring kian majunya dunia transportasi dan tuntutan kebutuhan hidup yang harus serba kilat,model angkutan itu semakin di tinggalkan masyarakat. Tapi jujur saja,saat ini cikar 100% punah,sesekali Mas sayur masih menjumpainya di jalan raya mengangkut hasil tani,ataupun mengangkut batu kaur dari tambang batu kapur menuju tempat pembakarannya untuk di proses menjadi kapur material bangunan.

,

Bagi teman-teman pembaca yang lahir di era tahun 70-an mungkin sudah sangat akrab dengan benda ini,tapi bagi adik-adik yang lahir di era mendekati tahun 2000-an,apalagi tinggal di kota,mungkin barang ini di anggap antik dan langka   😉

Baca Juga :  Can You Do it..??

.

Dan saat ini,pergeseran pun terjadi di kalangan masyarakat pedesaan yang masih menggeluti dunia angkutan. Jika dulunya mereka menggunakan cikar yang di gerakkan oleh sapi,kini dengan keterbatasan dana dan sedikit kreatifitas ala orang indonesia, mereka bisa menyulap rongsokan cikar nipon ( baca : mobil ) untuk di ambil sasis,roda dan gearbox nya lalu di tempeli mesin diesel yang banyak di jual di toko-toko,menjadi seperti ini :

gerandong1

Nama untuk benda ini berbedadi tiap daerah,di Banyuwangi di kenal secara menyeluruh dengan nama Gerandong. Entah kenapa nama itu yang di pilih   😉   Di desa Mas sayur sendiri ada beberapa nama,ada yang menyebut De det sesuai dengan bunyi mesinnya   😀   Ada pula yang menyebutnya DongFeng,sesuai dengan merk mesin yang di pakai.

Baca Juga :  Hot... Suzuki GSX 250F Siap Ramaikan Kelas Sport Fairing 250 cc..

.

Hal ini membuktikan jika sebenarnya orang indonesia itu pinter ngakali. Sesuatu yang sebenarnya sudah tidak layak,bisa di akali menjadi lebih berguna,tapi dengan konsekuensi kurangnya faktor safety dan adanya benturan dengan undang-undang lalu lintas. Awalnya..,di desa Mas sayur ada semacam “karoseri” yang khusus membuat kendaraan model ini,tapi karena sering di tegur pihak kepolisian,akhirnya BENGKEL LAS itu pun tutup.

Advertisements

Comment with your Facebook account

Author: Mas Sayur

35 thoughts on “Tergeser Oleh Zaman

  1. Neng Kediri masih ada Cikar,,kalau yang bawah disebut LEDOK…hahahahah
    malah punya tetangga ane pakek sistem hidrolis bang, jadi bak e bisa naik kayak trucj yang bagus2 ntu… keren tho…harga ne 3X juta bang…

  2. Saya terakhir naik Cikar (bahasa di daerah saya Pedati) tahun 1960-an.

    Seperti sinyalemen Mas Sayur, tampaknya sekarang pedati udah 100% punah.

    Eh, btw cara baca “Dong Feng” dalam huruf asli Cina menurut orang Cina di Guangzhou sana adalah “tung fung”.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.